Dari kemarin Faris mengeluh perut kanan bawahnya sakit. Kami pikir itu masuk angin. Hari ini katanya sakit banget dan langsung kita bawa ke dokter. Sesuai saran Mbak Ika, pemilik kontrakan kita, dia saranin ke dr Alwi di Kemorosari. Katanya dokternya ramah dan nggak dikit-dikit obat. Benar saja, waktu aku daftar via WA, Pak dokternya langsung balesin (mungkin adminnya ya). Sip, testimoni ramah terbukti.
Sampai di tempat praktek, Alhamdulillah nggak antri. Setelah daftar, Faris langsung diperiksa. Baru cek awal, langsung diminta bawa ke UGD RS saja, takutnya itu gejala usus buntu. Soalnya Faris bilang sudah 3 hari sakit perutnya. Sip, testimoni RUM terbukti, ketika sudah ada gejala yang mengarah ke penyakit dalam, tanpa banyak kompromi langsung suruh cek lab. Anak jadi nggak kebanyakan konsumsi obat, ya kan?
Walo seneng dapet dokter yang to the point, tapi tetap khawatir dong, soalnya kalau hasil tesnya beneran usus buntu, ya kudu dirawat, mamak mana yang gak panik coba? Untungnya Faris bilang perutnya nggak sakit kalo kakinya ditekuk (ciri usus buntu). Jadi ya udahlah, coba langsung ke UGD saja buat memastikan. Tujuannya ke RS. Nur Rohmah. Walo kata temen2 RS ini kurang rekomen, tapi pengalaman kemarin vaksin disini, nakesnya cukup komunikatif. Lagian males lah dah malem masih harus survei RS segala.
Alhamdulillah di RS Nur Rohmah menurutku pelayanannya memuaskan. Mungkin karena pasiennya sedikit ya, jadi kondisi nakesnya prima. Setelah ditimbang badannya dan diperiksa, Faris langsung diminta pipis dan air kencingnya diuji laboratorium.
Nunggu hasil lab |
Agak lama nunggu hasil labnya. Pas menunggu, datang serombongan orang dengan kondisi pasien tidak sadarkan diri. Rupanya pasien diduga mengalami gejala stroke dengan kondisi yang agak terlambat, sudah terlanjur pendarahan sehingga ybs tidak sadarkan diri. Nah, ada satu kesamaan pasien ini dengan Faris. Gejala awalnya seperti masuk angin! Memang bener kalo di kedokteran nggak ada istilah masuk angin, karena ternyata itu bisa mengarah ke berbagai gejala penyakit, dari yang ringan sampai kritis! Jadi si pasien itu awalnya muntah pada pukul 2 siang. Dipikir hanya masuk angin biasa jadi langsung minum obat warung. Nah, pada pukul setengah lima, si pasien mulai ngomongnya nggak jelas. Sampai di sini orang rumah belum ngeh kalau itu gejala stroke (dari pembicaraan sih, si pasien nggak tinggal sama keluarganya). Akhirnya baru sekitar setengah 8 malam dibawa ke UGD dengan kondisi tidak sadarkan diri. Kata Pak Dokter Ganteng di UGD (ealah anaknya sakit masih ngeh aja beginian), waktu awal muntah itu sebenarnya sudah mulai gejala stroke, ketika bicaranya mulai nggak jelas, sebenarnya gejala strokenya sudah 'konfirm' dan seharusnya langsung dibawa ke UGD. Namun karena dibawa ke rumah sakit 3 jam kemudian, kemungkinan pendarahannya sudah sampai ke otak sehingga pasien tidak sadarkan diri. Pak dokternya bilang, "Kami akan mengusahakan sebaik-baiknya, tetapi semuanya tergantung yang di atas." Ah bapak, udah ganteng, religius lagi..ea..ea..
Well. Allah menyentilku tanpa aku harus 'terperosok', karena Alhamdulillah hasil lab Faris bagus, kemungkinan memang masalah pencernaan saja, bukan usus buntu. Tapi dengan menyaksikan sendiri pasien yang terlambat penanganan penyakitnya membuatku semakin sadar untuk:
1. Segera mempelajari berbagai gejala yang mengarah pada penyakit kritis. Mungkin belum buat kita, tetapi buat keluarga, tetangga atau rekan kita. Dengan memahami gejala penyakit kritis maka kita tidak akan menunda ke rumah sakit.
2. Dengarkan alarm tubuh. Dari penuturan pengantar pasien, sebelumnya si ibu sudah kecapekan karena semalaman memasak. Kurang tidur, dan malah didoping dengan kopi. Ditambah punya penyakit darah tinggi, ya sudah, jadi sasaran empuk sakit stroke deh.
Tapi, dari hasil lab Faris, aku merasa sangat terbantu dengan artikel di situs kesehatan terpercaya seperti alodokter (mbok endors plis, ngarep). Coba kalau nggak googling dulu, pasti udah panik dan nggak tenang ketika disuruh cek lab dan ya ampun itu nunggu hasil labnya juga rada lama lho! Informasi pada situs seperti itu tentu sangat membantu di kala pandemi seperti ini. Jadi, kalau nggak darurat banget, bisa lah perawatan sendiri di rumah. Apalagi ketemu dokter ramah macam dokter Alwi, kayaknya besok-besok bisa konsultasi WA dulu nih, hihi.
Semakin betah tinggal di Gunungkidul dengan fasilitas kesehatannya yang baik dan tenaga kesehatannya yang ramah. Beneran di dua faskes semuanya ramah dari bagian pendaftaran, perawat, dokter, dan apoteker. Di dokter Alwi nggak bayar karena langsung cuss UGD, di RS nur Rohmah, dari total cek lab, jasa dokter, dan obatnya Faris habis Rp.125.000, separonya biaya konsultasi kehamilan (tok, belum sama obat) tahun 2018 di Sleman, haha! (Sama-sama Jogja tapi beda banget Sleman sama Gunungkidul)
How can't i not love Gunungkidul?
Ps: keep beware with your body sign ya gaes! Beware with people's health around us too. May Allah bless us with healthiness.
Terimakasih infonya semoga Faris lekas sembuh ya, semoga kita semua selalu sehat aamiin...
BalasHapusAamiin. Suwun Mas Sugeng..
HapusAlhamdulillah bukan usus buntu ya. Mungkin salah makan. Tapi ga sampai diare ya mak? Aku pernah nulis tentang tanda stroke, disingkat fast. Coba cek di ismyama.wordpress.com atau googling Mak. Mmg kudu cepet ke rs kalo udah ada tanda stroke, karena ada golden periode nya
BalasHapusSelain stroke, apalagi ya yg gejalanya perlu diwaspadai ya?
Hapus