Tapi, pada tahu nggak sih sejarah di balik jalan Malioboro ini? Kehidupan di sepanjang Malioboro itu seperti apa? Makanya ikutan Maliobaren yuk. Sebuah acara gagasan @malamuseum, yaitu komunitas penikmat museum dan sejarah yang akan membeberkan sejarah dan kehidupan masa lalu di sepanjang jalan Malioboro.
Maliobaren sendiri diambil dari istilah di zaman Belanda yang artinya jalan-jalan di sepanjang Malioboro. Aku ikut plesiran perdananya di tanggal 14 Januari kemarin. Maliobaren perdana dilakukan dalam dua sesi, dan peserta boleh memilih sesi mana yang mau diikuti. Yaitu sesi di jam 3 dan di jam 5.
Awalnya sih aku mendaftar untuk jam 3. Tapi, karena nggak bisa on time, jadi aku putuskan ikut yang jam 5 saja. Dalam komunikasi via WA sama Mbak Pipit, aku disarankan parkir di Benteng Vrederburg. Tapi, titik temunya di Dinas Pariwisata DIY. Wah, kalau begini sih mending parkirnya di Malioboro Mall saja. Jadi jalan ke Dinas Pariwisata-nya nggak terlalu jauh, takut telat sih. Pengalaman ikut acara Malamuseum, kalau telat kadang ditinggal. Tapi Maliobaren ini acara perdana sih, jadinya pas aku datang malah peserta dari sesi 1 belum selesai plesirnya, jadinya ya nunggu dulu. Jam 6 kurang kita baru mulai plesir. Untung ketemu Mak Diyan, kita jadinya ngobrol-ngobrol sendiri deh, hehe..
Suasana menunggu pemberangkatan. Mengisi presensi dulu dan siapkan donasi secukupnya ^_^ |
Acara plesir kita kali ini dipandu oleh Mas Erwin dan Mbak Ussy. Mbak Ussy sendiri sedang menyusun buku tentang sejarah Malioboro, jadi klop lah kalau mau tanya-tanya seputar Malioboro sama beliau.
Sejarah nama Malioboro konon berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Malya Bhara yang artinya karangan bunga. Soalnya zaman dahulu memang jalan ini sering untuk upacara perayaan adat dan prosesi Keraton.
Spot 1: Hotel Inna Garuda
Hotel Inna Garuda sebenarnya adalah titik terakhir dari kawasan Malioboro. Karena pembangunan jalan Malioboro dimulai dari titik nol yang saat ini merupakan persimpangan antara kantor pos dan monumen serangan umum 1 Maret.
Hotel Inna Garuda adalah hotel tua dan bersejarah di Yogyakarta. Dibangun dari tahun 1908-1911. Pada tahun 1941, Jepang mengubah nama hotel ini menjadi Hotel Asahi. Lalu pada tahun 1946, saat pemerintahan Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta, lokasi hotel ini menjadi kantor kabinet dan markas Jendral Sudirman.
Spot 2: Kantor DPRD
Selanjutnya, kita ngetem di kantor DPRD saat jam menunjukkan waktu sholat Maghrib. Hmm, agak horor soalnya Mas Erwin cerita kalau kantor DPRD dikenal sebagai Loji setan. Gosipnya sih, ada yang masuk kesini terus nggak keluar-keluar lagi, hiy..
Tapi jangan takut, kan cuma mitos. Oh ya, trah Pakualaman sebagai cikal bakal Free Mason di Jogja sering mengadakan pertemuan di lokasi yang sekarang menjadi kantor DPRD ini. pernah dengar kan tentang Free Mason? Ternyata Free Mason adalah organisasi kelas dunia yang berisikan kaum intelektual. Orang pinter di Indonesia zaman dahulu bisa dapat kesempatan kuliah keluar negeri, ya dari channel di Free Mason. Jadi, kalau sebelumnya aku berpikir Free Mason adalah aliran sesat, ternyata itu salah. Free Mason adalah organiasasi yang menganggap semua manusia equal dan tidak peduli agamanya. Mungkin kayak PBB kalau sekarang kali ya?*sotoy *pendapat pribadi aja sih *jangan ditanggepin
Sebelum lanjut ke spot selanjutnya, aku sholat magrib dulu di masjid DPRD. Dan hampir menyerah pulang begitu melintas Malioboro Mall, haha..
Spot 3: Toko Kue Djoen, Terang Bulan dan Toko Obat Enteng
Akhirnya ketemu rombongan lagi berada di sekitaran Toko Kue Djoen, toko kue legendaris di Jogja. Selanjutnya Mas Erwin menjelaskan kalau Toko Batik Terang Bulan dulunya toko kelontong milik orang Jepang. Di seberang jalan di sebelah Ramai Mall ada toko obat cina yang tetap eksis disitu dari dulu, yaitu Toko Obat Enteng.
Konsep ruko dari orang Tionghoa |
Konsep ruko alias rumah di lantai dua dengan toko di lantai dasar diperkenalkan oleh masyarakat Cina/Tionghoa. Nah, toko obat Enteng adalah salah satu contoh bangunan ruko zaman dulu. Bagaimana arsitektur orang Tionghoa dalam membangun hunian yang nyaman untuk tinggal sekaligus berniaga.
Malioboro memang multikultural semenjak dahulu. Segala etnis dari Tionghoa, Jepang, India, Arab, dan Eropa tumplek di Malioboro. Tapi kemudian orang Eropa menempati lokasi Kotabaru, orang Arab di kawasan Sayyidan, dan orang Tionghoa di Kampung Ketandan.
Spot 4: Kampung Ketandan
Next spot, Kampung Ketandan. Ini dia kampungnya orang Tionghoa. Ketandan dari kata dasar 'tondo' alias tanda. Jadi, orang Tionghoa oleh pemerintah kala itu bertugas memungut pajak dari pengusaha dan pejabat di Jogja. Nah, 'tanda' disini merepresentasikan tanda atau stampel pajak, begituuu..
Spot 5: Pasar Beringharjo
Dulu, pada masa Hamengkubuwono 1, Pasar Beringharjo hanyalah tanah lapang yang berisikan lapak-lapak non permanen. Barulah pada masa Hamengkubuwono 8, pasar Beringharjo memiliki bangunan.
Pasar Beringharjo adalah salah satu dari Catur Gatra yang dicanangkan Sultan, dimana ada 4 kawasan, sebagai berikut:
1. Kawasan ekonomi. Di Pasar Beringharjo
2. Kawasan keagamaan. Di Kauman
3. Kawasan sosial. Di Alun-alun
4. Kawasan kenegaraan. Di Keraton
Beringharjo terdiri dari kata beringin dan harjo yang artinya beringin untuk kesejahteraan.
Spot 6: Depan GPIB Jemaat "Marga Mulya"
Di tengah hingar bingar kabaret di Hamzah Batik, ternyata aku baru sadar kalau ada gereja di dekat Hamzah Batik. Gereja Marga Mulya atau Gereja Protestansche Kerk yang dulunya untuk ibadah masyarakat Belanda di Jogja yang memeluk agama Kristen Protestan. Di depannya terdapat tugu jam yang dibangun untuk merayakan 1 abad kembalinya pemerintahan kolonial Belanda atas kekuasaan Inggris.
Gerja yang tertutup toko-toko |
Spot 7: Gedung Agung Yogyakarta
Ini dia spot terakhir dari Maliobaren malam ini. Lokasi awal dari pembangunan kawasan Malioboro. Mas Erwin kembali mengulang tentang bangunan-bangunan seperti Bank BNI atau Kantor Pos dulunya seperti apa. Dulu pernah cerita waktu keliling Museum Benteng Vrederburg juga sih. Ternyata cikal bakal Universitas Trisakti ada di belakang Bank BNI saat ini, namanya Res Republika, dan saat PKI diusir dari Indonesia, perguruan ini pindah ke Jakarta. Kaitannya sama PKI apaan yak? Kapan-kapan deh ceritanya, kurang jelas juga sih pas itu, udah capek gak fokus dengerin lagi, haha
Maliobaren malam ini... |
wah, sayang belakangan sore kerap hujan...aku takut klo jalan sore2 hujan. Takut luntur kulit hitamku :D
BalasHapusHaha..udane memang soyo medeniii
HapusAduh, belum keturutan melancong ke Jogja-nya. :'D
BalasHapusKayanya banyak yang baru di malioboro.
BalasHapusSenangnya ke Malioboro, baik kuliner maupun cinderamata, banyak yang murah meriah. :D
BalasHapusaaaa pengen liat malioboro yg baru
BalasHapusKece ya malioboro sekarang. Udah lama gak ke Yogja jadi pengin
BalasHapusSetuju kece dan lebih ramah. Aku tapi belum lihat aslinya, baru fotonya aja. Btw, Mak Dib, numpang kasih info ya. Barangkali pengin sepedaan di sekitaran Malioboro, temenku abis buka rental sepeda di deket sana namanya Kayuh Bike Rental hehehe :D
BalasHapusAaah ga sabar pengen ke Jogja. Kayaknya manglingi banget deh ni Malioboro. Terakhir kali ke sana itu tiga tahun lalu. Wait for me, plis...
BalasHapusyang ini Toko Kue Djoen, Terang Bulan dan Toko Obat Enteng aku penasaran bgt belon pernah liat
BalasHapusMalioboro tempat favotit akuuh di jogjaaa
BalasHapusKangen Jojgaaaa TT
BalasHapusTerakhir ke sana pas masih gadis jaaan, sekarang buntutnya udah 2.
Waaahh bikin penasaran nii Maliobaren nya ..
BalasHapusSeru banget ya mba ikut trip malioboro ngulik sejarahnya. Baru tau kalo semua etnis dulu tumplek bleg di sana.. Aku penasaran sama Malioboro skrg. Liat di banyak foto kece gitu trotoarnya lebar.. Jadi pingin ajak anak2 jalan2 ke Jogja :)
BalasHapusAku sudah sering mendengar Malioboro itu keren tapi belum pernah kesampaian ke sana.. Pernah ke Yogya tapi naik kereta cuma lewat doang di stasiun Tugu..huhu..
BalasHapussangat bermanfaat sekali gan infonya
BalasHapuskangen jogja , katanay skrg di malioboro trotoarnya sudah dibagusin ya
BalasHapusKangen Yogya bangeet...dulu kuliah di kota luar istimewa ini :)
BalasHapusAsik banget turnya, suka idenya. Klo ikut sesi 2 mau ga mau malem ya selesainya
BalasHapusKalo dibilang Malioboro taunya pasar Beringharjo aja, yang lainnya aku tak tahuu hehe.. makasih infonya mbak, jadi lebih ngerti nih wilayah-wilayah yg bisa dijajaki :)
BalasHapusWah, seru nih kayanya konsep jalan-jalannya. Tapi aku udah familiar banget sama tempat-tempat yang ada di daftar kunjungan, ada beberapa kawan jualan di Malioboro jadi suka nongkrong di sana bantu-bantu jualan. Hihihi. Tapi Toko Oen belum pernah masuk, begitu juga gereja dan Gedung Agung yang baru liat-liat aja dari luar. Hmmm, jadi kangen Jogja :)
BalasHapusLama ga jalan2 ke Jogja, abis baca tulisan ini jadi ngebet pengen Malioboro *sambil nge cek kalender liburan*
BalasHapus