Beberapa waktu yang lalu aku menjalani tes tertulis dan wawancara untuk rekutmen dosen di almamaterku. Sungguh pengalaman menyenangkan karena bisa sekalian reuni dengan teman lama. Maklum, yang daftar dosen adalah angkatan lama di kampus, paling muda angkatan 2007. Aku nggak pengen cerita masalah hasilnya, karena memang belum pengumuman. Akan tetapi aku ingin bercerita tentang pelajaran yang bisa kuambil dari proses seleksi ini.
1. Jangan mau kalah sebelum berusaha!
Aku bukanlah seorang pintar yang bahkan sejujurnya tidak berkhayal menjadi dosen di almamaterku ini. Kualifikasi jadi dosennya tinggi. Dari awal proses rekutmen sudah menetapkan kalau lulusan yang diprioritaskan adalah lulusan luar negeri. Tentu saja awalnya aku mengkeret pas mempersiapkan berkas lamaran. Apalagi aku bersaing dengan sahabatku sendiri, yang dia lulusan S3 dari luar negeri. Seumurku sudah PhD bo! Aku pernah cerita tentang dia disini: Sharing Session Sekolah di Luar Negeri dan Tips Publikasi Internasional bersama Rachma Wikandari, STP, M. Biotech, PhD
Tapi, Allah memang Maha Baik. Berbekal nekat mendaftar walau masih dengan SKL (Surat Keterangan Lulus), karena memang ijazah S2 belum aku terima saat itu, aku berhasil lolos seleksi administrasi. Rekuitmen dosen itu beda sama rekuitmen perusahaan. Lebih eksklusif kalau rekuitmen dosen (padahal gajinya nggak eksklusif sama sekali). Tahapan tes selanjutnya adalah semacam psikotes. Mirip banget sama psikotes melamar di perusahaan. Jujur aku agak khawatir bisa lolos atau tidak. Soalnya pengalamanku dulu pernah langsung gagal di psikotes, dan kebetulan zaman S1 itu termasuk bukan 'job hunter addict', jadi kegagalan psikotes itu masih terbayang terus. Tapi Alhamdulillah aku lolos psikotest dan maju ke proses seleksi wawancara dan microteaching.
Saat psikotes itu aku mulai mempelajari peta persaingan untuk kualifikasiku. Ternyata satu-satunya saingan terberat ya cuma sahabatku. Yang lain sama-sama lulusan S2 dalam negeri, jadi secara kompetensi kita sebanding lah. Jadi persaingan nggak jomplang-jomplang amat.
Dari rekuitmen ini aku jadi sadar untuk tetap mencoba walau pesimis. Nyatanya walau ditakut-takuti kalau almamater sedang mencari lulusan luar negeri, yang lulusan dalam negeri dengan Bahasa Inggris ngos-ngosan gini aja bisa lolos sampai tahap akhir, ya kan?
2. Takdir Allah itu pasti yang terindah.
Aku flashback setahun yang lalu, saat itu masih ada bukaan CPNS. Aku mendaftar untuk formasi BPOM di Palembang. Saat itu sudah lumayan yakin bisa lolos, soalnya nilai TKD dan TKB ku lumayan. Tapi ternyata masih ada yang lebih super nilainya, jadi aku nggak lolos deh. Kecewa banget saat itu, sampai buat postingan ini: Terlatih Patah Hati oleh Barisan Mantan Harapan
Tapi terbukti kan, kalau kemarin keterima di BPOM dan gak lulus S2, mana mungkin bisa ikut rekuitmen dosen? Yah, walau saat ini belum jadi dosen, tapi jalan menuju cita-cita masa kecil semakin dekat. Alhamdulillah.
3. Pressure your limit! But don't press much ^_^
Aku sempat dilanda sembelit karena stres menjelang microteaching alias tes mengajar. Padahal seumur-umur jarang banget susah BAB. Ada beban mental tersendiri saat harus tes mengajar di hadapan dosen-dosen yang selama ini mengajariku di kelas. Lebih khawatir lagi karena penyampaian materi dalam Bahasa Inggris. Jadi nanti akan ada 1 jurnal yang akan diberikan dan diberi waktu 1 jam untuk membuat presentasinya. Bayangkan, kalau baca jurnal dan bikin presentasi dalam tempo sesingkat itu, bagaimana memahaminya coba? Tapi aku coba nggak terlalu dipikir susah. Aku belajar semampuku dan kebetulan saat itu dapat giliran pertama maju presentasi. Sejujurnya sih aku kecewa dengan performa presentasiku kemarin, kelihatan tidak menguasai materi. Tetapi itulah namanya belajar, kalau langsung expert nanti malah sombong. Ya kan?
4. Setiap orang punya potensi masing-masing. Nikmati peranmu!
Banyak peran yang bisa dilakoni. |
Di tengah kegalauan merasa kalah (padahal belum juga pengumuman), Aku seolah disadarkan untuk jangan pernah berpikir menjadi orang lain. Tetaplah menjadi unik dengan potensiku sendiri, tetap jalani rutinitas sesuai dengan minat dan target hidup. Selalu ada kata-kata yang kuingat saat kerja keras sepertinya sia-sia: Hasil tidak akan mengingkari kerja keras.
Yang bisa aku lakukan sekarang adalah, terus mengembangkan potensi diri, jauh-jauh dari hal-hal nggak bermanfaat (termasuk jam tidur yang banyak, haha!), dan percaya akan takdir Allah. Karena, setiap orang unik dengan cara dan takdir masing-masing.
Tetap menikmati menjadi blogger, yeay!
mencoba leboh baik ya, sambil berusaha dan berdoa
BalasHapusbener Mak. Terus mencoba lebih baik.
HapusIya, kadang banyak orang gak begitu paham batasan dalam dirinya sejauh mana. Alih2 mengoptimalkan mereka banyak yg menyerah terlebih dahulu.
BalasHapusAllhamdulillah pembelajaran untuk semuanya, ya.
Ternyata kadang kita harus sedikit ngotot untuk tahu limit kemampuan kita. Jangan sampai menyesal karena nggak mencoba, ya kan?
Hapusmakasih sharingnya mbak
BalasHapuspoint no 4 suka banget dan bener banget :)
BalasHapusMantap Mak..nasibku pie ya nanti habis s2, pertama galau masih mau di jogja apa balik depok. Kedua galau mau kerja di RS, apa ngajar, apa pharmapeneur aja. Kakehan galau=)
BalasHapuskalau sudah jadi bu dosen, kamu masih akan datang kopdar blogger ngga Ba?
BalasHapusTetep lah. Ketemu teman2 blogger tu obat stress je.
HapusSukaaaaa sama tulisan ini... Semoga rejeki baik selalu mendekat pada kita yaaaa.. Aaamiinnn
BalasHapusWaaaaa suka sama semangatnya
BalasHapusBetul mbak, semua orang punya kelebihan (dan kekurangannya) masing-masing jadi memang kita gak perlu jadi seperti orang lain
Semangat mbak
Semoga sukses ya
Aamiin. Makasih dukungannya Mb Arni
BalasHapusSalut dengan usaha dan kepercayaan dirimu :D Aku juga bercita-cita jadi DOSEN demi orang tuaku, haha entahlah masih bisa terkejar atau tidak
BalasHapus