Jujur saja, aku bukan movie freak yang demen nonton bioskop. Apalagi kalau nonton film Indonesia di bioskop, karena disabar-sabarin beberapa bulan juga pasti tayang di stasiun TV. Hehe. Tapi kali ini aku dapet voucher nonton film 'Surga yang Tak Dirindukan' dari teman, jadi deh sabtu sore itu aku nonton film ini di bioskop.
Dapet voucher ya dipake, walau harus nambah 20 ribu karena vouchernya cuma 30rb. |
Ekpektasiku sama film ini nggak terlalu tinggi. Jujur rada males juga, karena katanya ini film bertemakan poligami, pemain cowoknya Fedi Nuril pula, weh, icon poligami bener ni cowok (padahal aslinya mah belum nikah ya beliaunya?). Tapi aku yakin pesan moralnya pasti keren, wong novelnya Asma Nadia gitu lo. Beberapa teman takut kalau filmnya nggak sebagus versi novelnya, untungnya sih aku belum baca novelnya, jadi pastinya bebas dari intervensi pemikiran dari versi novelnya.
gambar dari webnya MD Pictures |
Oke, aku bahas tentang alur filmnya ya. Secara cerita sebenarnya biasa, jadi ada sepasang suami istri bernama Pras dan Arini, mereka adalah pasangan harmonis yang mempunyai anak perempuan bernama Nadia. Suatu hari mereka akan liburan ke tempat orang tua Arini, tapi Pras ada urusan kantor jadi mereka nggak berangkat bareng. Di tengah perjalanan Pras lihat kecelakaan dan berinisiatif menolong korban kecelakaan itu. Ternyata si korban sedang hamil 9 bulan dan bayinya harus dioperasi caesar. Di situ jiwa kepahlawanan Pras muncul dan bersedia bertanggung jawab terhadap tindakan operasi si korban. Yang bikin greget, selain menanggung semua biaya pengobatan, Pras juga mau bertanggung jawab terhadap bayi tersebut. Ceritanya sih kalau lihat bayi itu dia seperti ingat masa lalunya. Ibunya dulu bunuh diri di depan matanya. Nah, ibu si bayi ini ceritanya abis operasi caesar langsung mau bunuh diri aja. Panik dong si Pras, dan demi menggagalkan usaha bunuh diri si ibu, Pras berjanji bakal nikahin si ibu.
Secara logika sih aku merasa cerita begini rada dibuat-buat ya(maklum aku nggak pernah hidup dramatis). Masak iya baru kenal langsung berani nikahin aja, terus selama kejadian itu masak gak ada komunikasi sama Arini, istrinya? Terus, semalaikat-malaikatnya cowok, tanggung jawab utama tetep diprioritaskan dong. Masak iya ngedon di rumah sakit melulu? Kalo jadi si Pras mah habis masukin ke rumah sakit pasti langsung cuss beresin urusan kantor. Apalagi di cerita Pras itu leader proyek, gak bakal sempet nungguin di RS kayak orang bengong sampe sempet kasih nama si bayi segala(gini deh terlalu realis, karena menurutku drama percintaan hanya 10% dari cerita kehidupan asli kita, haha).
Cerita selanjutnya bisa ditebak, Arini nggak terima dipoligami, pekerjaan Pras juga berantakan karena banyaknya masalah rumah tangganya. Untungnya sih ibunya Arini juga 'korban' poligami ayahnya selama 25 tahun. Jadi, endingnya Arini menerima kenyataan harus berbagi suami. Tapi si Meirose(si ibu yang kecelakaan dan dinikahi Pras) di akhir cerita akhirnya mengalah dan ada pesan moral yang harus di bold tebal-tebal buat para suami yang ngebet banget pengen poligami:
Pada dasarnya semua wanita itu enggan berbagi dengan wanita lain. Akan menyakiti semua pihak bila berpoligami tanpa pemikiran yang matang dan keikhlasan yang tinggi.
Di film ini dengan gamblang menceritakan buruk-buruknya poligami tanpa pemikiran yang matang. Masih untung si Pras nggak sampai bangkrut usahanya. Dan di film ini si pihak ketiga (Meirose) bersikap tahu diri dan nggak nuntut macem-macem sama Pras. Tapi tetap aja ya, posisi dia 'antagonis' di film ini. Semua cewek pasti juga gak mau ya ada di posisi Meirose, maunya juga di posisi Arini. Tapi itulah hidup, dan kadang takdir yang memaksa seseorang menjadi 'antagonis', nah bila posisi kita beruntung bisa jadi 'protagonis' macam si Arini, coba deh kita bertoleransi sama mereka yang nasibnya seperti Meirose. Intinya, selama kita hidup saling bertoleransi, In sya Allah gak akan saling menzalimi deh.
Wew, mbahas ceritanya jadi ngelantur. Sebenarnya sih yang paling seru bahas setting filmnya. Soalnya settingnya di Jogja bo! Sempat ada scene di Apotek Gadjah Mada lagi. Kok aku nggak tahu ya? Padahal pulang-pergi kampus pasti lewat situ. Haha. Yang jelas pengambilan gambar dan setting tempatnya keren banget, jujur aja aku sering lewat jalanan sawah di Jogja, tapi nggak pernah merasa sekeren di setting film ini. Di sepanjang film aku sama temenku malah tebak-tebakan setting tempatnya. Yang nggak ketebak cuma lokasi rumahnya Arini-Pras-Nadia. Tapi feeling kami settingnya di Minggir, Godean, Sleman. Disana banyak rumah mewah yang mepet sawah (hihi, sotoy).
Overall film ini recomended lah, setting adegan dan pengambilan gambarnya keren banget, akting Bella sebagai Arini juga jempolan banget, sayang dandanan Raline sebagai Meirose agak menor di film ini (harusnya sih nggak usah pakai eyeliner, pakai lipstik tipis aja, wong dia di rumah terus).
Nilai 3.5/5 deh.*gayanya, biar ala-ala reviewer film gitu deh.
saya juga termasuk org yg bukan movie freak. kalo nonton film ya... kalo udah ada di TV :)
BalasHapusKalo ga via youtube. Wkwkwk
BalasHapusEtapi nobton bioskop memang sensasinya beda. Kalau sound filmnya keren pasti jadi keren banget deh nonton di bioskop
setujuuuuuuu jangan mau dipoligami *eh
BalasHapustadinya pengen nonton ini mak sama temen2 blogger tiket gratisan *teteup
cuma belum bisa nonton film2 gini kecuali film kartun --"
Alhamdulillah, akhirnya dpt bocoran cerita film ini. Penasaran lht promonya di tipi...tapi gak begitu napsu buat nonton di bioskop, nunggu tayang di tipi ahhhh. Hahahaha
BalasHapussaya itu kok asal denger kata poligami aja bawaannya mau nampol tapi gak tau siapa yang ditampol hahaha. Gak tau lah suka kesel aja sama yang namanya poligami :D
BalasHapusAku kok males nonton yg model gini ya. Udah parno duluan sama yang namanya poligami. Udah ngerasain nggak enaknya ada dalam keluarga poligami. Eh, napa malah curhat di mari qiqiqi
BalasHapus