Prof Marsono (tengah) dan para relawan uji indeks glisemik nasi merah dan nasi dari beras analog |
Prof Marsono adalah dosen senior di FTP UGM dengan spesialisasi di bidang gizi. Kuliah semester lalu aku ambil semua materi kuliah gizi yang diampu beliau. Aku exciting banget sama hal-hal berbau gizi, gimana juga itu dekat dengan kehidupan sehari-hari. Setiap kuliahnya, selalu ada saja ilmu praktis yang bisa diterapkan, kayak gimana mengatur makan dan rutin olahraga biar kolesterol stabil. Pentingnya makan bermacam jenis serat(jangan yang sintetis), dan pantang berlebihan konsumsi manis, dan masih banyak wejangan-wejangannya.
Salah satu yang aku exciting itu adalah penelitiannya tentang index glisemik(IG). IG ini adalah nilai yang menunjukkan pengaruh suatu makanan dalam meningkatkan kadar gula darah seseorang. Semakin manis makanan, IGnya semakin tinggi.
Makanan berpati seperti nasi juga punya index glisemik yang bermacam-macam lho, karena polimer gula penyusun patinya berbeda-beda. Semakin pulen nasi cenderung IGnya tinggi. Hal itu dikarenakan kandungan amilopektin pada nasi pulen lebih tinggi. Amilopektin ini lebih mudah dipecah di tubuh karena strukturnya yang rapuh/porus. Kalau nasi pera IGnya cenderung rendah, karena yang bikin nasinya pera itu amilosa. Amilosa ini strukturnya padat dan lebih susah dipecah di tubuh, terdegradasi jadi gula menjadi lebih lama, jadi tidak bisa dengan cepat meningkatkan gula darah tubuh. Kalau mau diet, makan nasi pera aja ye!
Eh, kembali ke masalah penelitian IG. Aku dapet kesempatan jadi relawan IG Prof Marsono untuk pengujian IG nasi merah sama nasi dari beras analog. Sebelum jadi relawan kita di-screening kesehatannya. Ya screening standar sih kayak BMI harus normal, gula darah normal, kemudian profil gula darahnya harus bagus. Bagus di sini artinya bila dilakukan pengujian gula darah puasa, terus diberi larutan glukosa dan dicek gula darah per 30 menit, kurva gula darahnya nggak naik turun. Kalau kurva gula darahnya naik turun berarti kemungkinan ada yang gak beres di metabolisme kita. Soalnya yang dipake ini larutan glukosa, harusnya terserap 100%. Deg-degan juga ni takut gula darahku nggak stabil.
Kadar gula darah puasa diambil setelah kita puasa nggak makan apa-apa selama 8 jam. Karena pengujian mulai dilakukan pukul 06.30, maka kita mulai puasa dari jam 10 malam. Bener-bener nggak boleh makan apa-apa, cuma boleh minum air putih. Setuju nih aku, yang susah dari puasa itu nahan nggak minum. Kalo cuma nahan nggak makan sih In sya Allah kuat.
Aku telat datang. Untung sih Prof Marsono belum selesai ngecek beberapa teman. Kadar gula darah puasaku diambil sekitar 06.50. Gula darah puasaku 85 mg/dl Setelah dicek gula darah awal kemudian diminta meminum larutan glukosa sebanyak 50 gram. Setelah itu dicatat kapan menghabiskan larutannya. Nanti dicek per 30 menit. 30 menit pertama setelah meminum larutan glukosa kadar gula darahku naik menjadi 129 mg/dl. Setelah menunggu 30 menit, kadar gula dicek lagi, menjadi 105 mg/dl. Setelah 90 menit kadar gula darahku menjadi 110 mg/dl. Omg. Gula darahku ga stabil ternyata! Setelah 120 menit malah naik lagi jadi 116 mg/dl!
Prof Marsono melakukan uji gula darah salah satu relawan. Sebuah kehormatan diuji gula darahnya sama profesor. Hehe |
Minuman kemasan ini 'dioplos' sama larutan glukosa. Rasanya mirip teh manis. |
Syarat jadi relawan, seperti tadi disebutkan, adalah BMI normal, respons glukosa normal, dan kurva gula darah normal. BMI normal adalah 19-24, respons gula darah normal adalah bila gula darah dua jam setelah diberi glukosa tidak lebih dari 140 mg/dl. Kurva darah normal adalah ketika terdapat peak pada satu titik, kemudian turun teratur. Aku masuk kualifikasi BMI dan respons glukosa, tapi kurva gula darahku kurang bagus. Kata bapaknya sih aku bisa jadi relawan buat nggenep-nggenepin. Haha! Terus, kurva glukosa tiap individu nggak diperhatikan, karena dari 10 relawan itu diambil rata-rata gula darahnya. Jadi, walaupun kurva gula darahku naik turun, tapi nggak sampai merusak data penelitian, soalnya masih masuk range normal.
***
Here it is! Hari kedua waktunya uji indeks glisemik nasi merah. Untuk 50 gram glukosa kemarin setara dengan nasi merah 230 gram. Boo..semangat habisin 230 gr nasi merah tanpa lauk!
Aku pikir aku bakalan paling jago dibanding anak-anak S1 lain yang badannya kecil-kecil itu. Ternyata makan nasi merah tanpa lauk itu butuh perjuangan! Serat pada nasi merah bikin susah ditelan. Agak lama nih habisnya, ada lah 20 menit buat makan nasi merah. Harus pake istirahat dulu, kalau nggak bisa muntah, porsinya melebihi kapasitas perutku sepertinya.
Nasi merah. Enak dan sehat! |
Nah, hasil pengujian gula darahku setelah makan nasi merah ini bagus. Kadar gula darahku stabil, kurvanya bagus dengan menit ke-120 kadar gula darahku kembali ke kadar gula darah puasa. Asyiknya, kenyangnya awet sampai siang, baru kelaparan jam dua siang, itupun karena energi terkuras mengerjakan soal ujian Lipid Lanjut yang emang 'lanjut' alias 'advance' soal ujiannya. Haha!
***
Hari terakhir menguji indeks glisemik nasi analog. Sebenarnya agak trauma dengan nasi dari beras analog. Soalnya pas semester 1 dapat tugas buat beras analog tapi gagal total. Pernah beli beras jagung, tekstur nasinya keras alias pera banget. Pernah sekali uji sensoris beras analog singkong, rasa nasinya udah tengik. Nah beras analog yang diujikan kali ini yaitu beras analog singkong. Persis yang diujikan pas uji sensoris tempo hari, tapi yang ini nggak tengik. Kata Prof Marsono, masak nasi analog butuh waktu yang cepat, soalnya tektur beras analog kan ga sekompak dan serapat beras sebenarnya. Karena seratnya sedikit dan patinya tinggi, maka kebutuhan nasi analog yang kita makan hanya sekitar separuh porsi nasi merah kemarin, atau sekitar 130 gram. Teksturnya juga gampang ditelan, jadi pas pukul 6.50 nasi analogku sudah habis.
Nasi dari beras analog ini teksturnya mirip tiwul |
Ada tren yang menarik dari pengujian gula darahku setelah makan nasi analog. Jadi pada menit ke 90, kadar gula darahku kembali ke kadar gula darah puasa, atau sekitar 85 mg/dl. Pas 90 menit itu aku memang sudah merasa lapar. Nah pas menit ke 120, gula darahku malah naik jadi 100 mg/dl, kira-kira kenapa ya? Katanya sih nggak papa, soalnya memang tren gula darahku sudah kacau sejak awal. Haha!
Alhamdulillah. Jadi relawan gini asyik, dapet sarapan gratis, snack gratis, pengalaman menarik, plus dikasih uang transport (ini yang terpenting). Minggu depan jadi panelis sampel tempe nih. Yang ngadain temen kuliah yang sekarang jadi dosen. Seru nih sepertinya. Mudah-mudahan ada yang bisa diceritakan ya. Hehe...
Baca keseruan lain seputar teknologi pangan disini!
hihihihi iyaa asik juga jadi relawan gitu yaa, mana yang nguji profesor pula diba...
BalasHapusWah jadi kelinci percobaan hihhiiii.... Bikin postingan dong ttg macam2 makanan bergizi untuk konsumsi sehari-hari supaya menarik karena anak2 kalau cuma diterangin manfaatnya nggak mempan. Kalau dipaksa malah tambah susah. Maunya junk food.
BalasHapusiya mak. Mudah-mudahan dapat ilham buat tulisan tentang itu. Makasih sarannya mak
HapusSuka deh membacanya. Seru sekaligus nambah wawasan. BTW, nasi analog itu apa, Mbak?
BalasHapus