Sebenarnya, apa sih benda paling berharga di dunia ini?
Mungkin ada yang menjawab perhiasan, rumah, mobil, atau apapun yang harganya mahal dan sulit didapat. Padahal, sebenarnya yang paling berharga itu cuma dua, yaitu air dan udara yang bersih. Sayangnya dua benda berharga ini seringkali luput dari perhatian kita. Mungkin karena jumlahnya yang melimpah di muka bumi.
Melimpah? Sekarang mungkin tidak. Coba perhatikan berapa banyak pencemaran air dan udara? Untuk beberapa kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, air dan udara bersih menjadi barang yang berharga. Maksudnya ada nominal harga untuk menikmatinya. Padahal zaman dulu air dan udara bisa didapatkan gratis alias cuma-cuma.
Oke, masalah udara bersih tidak sepelik air bersih. Tapi, kalau air bersih...hmm, jangankan di kota-kota besar, saya yang tinggalnya di pelosok perkebunan saja sudah sering mengalami kesulitan air bersih. Bahkan ada kalanya tidak mendapatkan pasokan air. Padahal kalau dipikir-pikir, resapan air di daerah perumahan masih banyak, bahkan seluruh jalan masih tanah merah. Tapi kenapa kadang air sumur kadang mampet ya?
Masalah air bersih sering menjadi trending topic perbincangan kami. Aroma air keran yang berbau logam dan terkadang kekuningan membuat kami merasa ngeri untuk mengkonsumsinya. Solusinya ya minum air kemasan. Sayang Aqua belum merambah kesana. Maklum daerahnya pelosok, tiga jam dari perkotaan.
Air, sebagai bagian esensial dari kehidupan manusia, sangat kupahami. Masa kecil yang kuhabiskan di sudut kota Palembang sering mengalami kesulitan air. Untuk mandi dan mencuci kami menampung air hujan. Satu hal yang masih kuingat dan menjadi kebiasaan adalah aku dan adikku terbiasa mandi sehari sekali, di pagi hari, saat akan berangkat sekolah. Sebagai anak kecil tentu kami senang sekali saat sore hari tidak perlu dipaksa untuk mandi. Yah, ibu mau memaksa juga tidak bisa karena airnya memang tidak ada.
Beranjak besar, sikap hemt cenderung pelit air tetap aku pertahankan. Bahkan, saat kami pindah rumah ke lokasi perumahan yang airnya berlimpah, kebiasaan pelit air masih saja terbawa. Satu kebiasaan yang sulit aku ubah adalah kebiasaan tidak mandi sore. Rasanya aneh kalau harus mandi sore. Padahal mandi dua kali sehari adalah yang dianjurkan, kan?
Oke, itu mungkin sedikit dampak negatif kekurangan air di masa kecil. Tapi dampak positifnya tentu sangat banyak. Beberapa kebiasaan positif menghemat air tetap aku terapkan sampai sekarang. Kebiasaan itu antara lain:
1. Mencuci piring dengan air di baskom meskipun tersedia air keran.
Mencuci piring dengan air di keran memang enak, karena kotoran maupun sabun tersapu dengan sendirinya lewat guyuran air keran. Tapi, memakai air keran lebih memboroskan air. Apalagi kalau sewaktu menyabuni piring, keran air masih terbuka. Wah, bisa dibayangkan berapa banyak air yang terbuang percuma.
Sekarang, aku sudah terbiasa mencuci piring dengan air minimal. Cukup dua baskom ukuran sedang untuk cucian keluarga sehari. Pertama, guyur sisa makanan di piring atau sisa minuman di gelas. Tetapi biasanya keluarga sudah terbiasa meninggalkan piring atau gelas kotor tanpa sisa. Pamali menyisakan makanan atau minuman buat kami sekeluarga.
Setelah itu, piring dan gelas diberi sabun. Setelah itu dimasukkan ke baskom pertama, baru kemudian dibilas lagi di baskom kedua. Menurutku, tingkat kebersihan mencuci piring dengan cara ini maupun dengan air keran sama saja.
2. Mandi cukup 3-5 gayung.
Nah, selain mandi (kadang) sekali sehari. Saat mandi juga aku mengusahakan untuk seminimal mungkin menggunakan air. Kalau dihitung-hitung mungkin hanya 3-5 gayung ukuran normal. Pernah saat benar-benar kesulitan air aku mandi hanya dengan dua gayung. Yang penting harus mandi.
Gimana tuh bisa cuma pakai dua gayung? Bisa banget. Gayung pertama gunakan sebagian untuk membasahi tubuh, beri sabun, terus gosok pelan sambil tubuh dibilas air sedikit demi sedikit. Sampai sini sebenarnya badan sudah tidak terlalu bersabun. Setelah itu gunakan gayung kedua untuk benar-benar menghilangkan sisa sabun. Nah, kalau mau benar-benar bersih, lima gayung itu jumlah yang pas.
3. Air digunakan untuk tiga kali pencucian.
Ini adalah penghematan sekaligus kemalasan. Tapi terbukti hasil cuci tidak bermasalah alias tetap bersih. Aku biasa mencuci dengan mesin cuci dua tabung. Cucian selama empat hari aku pilah berdasarkan warna. Biasanya aku bagi tiga. Nah, tiga kali 'batch' pencucian itu menggunakan air sabun yang sama, dan air bilasan yang sama. Oh ya, menggunakan pelembut sekali bilas juga lumayan menghemat air dan tentu saja biaya dan tenaga.
4. Mengisi air bak secukupnya.
Terkadang suka bete kalau mendapati bak mandi terdapat endapan dan terkadang ada jentik nyamuknya. Akhirnya airnya harus dibuang. Sayang sekali kan? Makanya biasanya aku mengisi bak mandi secukupnya saja.
5. Selalu reflex mengencangkan keran yang airnya masih menetes.
Aku ini sensitif. Terkadang suka sedih kalau lihat air keran menetes percuma. Walau itu hanya satu tetes per lima detik. Setelah ikut acara ngaBlogburit bersama Aqua dan Blogdetik, aku menjadi semakin 'sensitif' dengan air. Aku menjadi percaya bahwa air ibaratnya flash disc yang dapat menyimpan pesan. Pengobatan dengan terapi air rupanya benar adanya. Saat air didoakan dan kemudian diminum, Insya Allah itu menjadi terapi pengobatan. Ini bukan berarti syirik, karena kesembuhan tetap bergantung pada Sang Pencipta.
Air itu mahal harganya lho!
Karena kita hidup di daerah dengan curah hujan yang cukup, kita seringkali tidak menganggap air sebagai sesuatu yang berharga. Tetapi, pengalaman kerja di irigasi perkebunan tebu membuatku lebih menghargai air. Betapa tidak, biaya irigasi saat musim kemarau cukup besar. Bila di tengah musim kemarau itu ada hujan sekali sebulan saja, itu sudah sangat menghemat budget dalam jumlah besar.
Nah, pas acara ngaBlogburit kemarin, aku lumayan dapat pencerahan nih soal pelestarian air dan lingkungan. Jadi aqua kan punya yang namanya program Aqua Lestari. Yaitu program CSR(corporate social responsibility) aqua untuk masyarakat. Ada beberapa program menarik, antara lain program pelestarian air dan lingkungan, kesehatan masyarakat, perekonomian masyarakat, infrastuktur, agama dan budaya.
Mungkin ada yang menjawab perhiasan, rumah, mobil, atau apapun yang harganya mahal dan sulit didapat. Padahal, sebenarnya yang paling berharga itu cuma dua, yaitu air dan udara yang bersih. Sayangnya dua benda berharga ini seringkali luput dari perhatian kita. Mungkin karena jumlahnya yang melimpah di muka bumi.
Gambar dari Merdeka.com |
Melimpah? Sekarang mungkin tidak. Coba perhatikan berapa banyak pencemaran air dan udara? Untuk beberapa kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, air dan udara bersih menjadi barang yang berharga. Maksudnya ada nominal harga untuk menikmatinya. Padahal zaman dulu air dan udara bisa didapatkan gratis alias cuma-cuma.
Oke, masalah udara bersih tidak sepelik air bersih. Tapi, kalau air bersih...hmm, jangankan di kota-kota besar, saya yang tinggalnya di pelosok perkebunan saja sudah sering mengalami kesulitan air bersih. Bahkan ada kalanya tidak mendapatkan pasokan air. Padahal kalau dipikir-pikir, resapan air di daerah perumahan masih banyak, bahkan seluruh jalan masih tanah merah. Tapi kenapa kadang air sumur kadang mampet ya?
Hamparan se-hijau dan se-biru ini pun terkadang mengalami kesulitan air |
Hamparan rumput sebagian mengering |
Masalah air bersih sering menjadi trending topic perbincangan kami. Aroma air keran yang berbau logam dan terkadang kekuningan membuat kami merasa ngeri untuk mengkonsumsinya. Solusinya ya minum air kemasan. Sayang Aqua belum merambah kesana. Maklum daerahnya pelosok, tiga jam dari perkotaan.
Lebung, salah satu sumber mata air kami. Mulai berasa asam dan berkurang ikannya. |
Air, sebagai bagian esensial dari kehidupan manusia, sangat kupahami. Masa kecil yang kuhabiskan di sudut kota Palembang sering mengalami kesulitan air. Untuk mandi dan mencuci kami menampung air hujan. Satu hal yang masih kuingat dan menjadi kebiasaan adalah aku dan adikku terbiasa mandi sehari sekali, di pagi hari, saat akan berangkat sekolah. Sebagai anak kecil tentu kami senang sekali saat sore hari tidak perlu dipaksa untuk mandi. Yah, ibu mau memaksa juga tidak bisa karena airnya memang tidak ada.
Beranjak besar, sikap hemt cenderung pelit air tetap aku pertahankan. Bahkan, saat kami pindah rumah ke lokasi perumahan yang airnya berlimpah, kebiasaan pelit air masih saja terbawa. Satu kebiasaan yang sulit aku ubah adalah kebiasaan tidak mandi sore. Rasanya aneh kalau harus mandi sore. Padahal mandi dua kali sehari adalah yang dianjurkan, kan?
Oke, itu mungkin sedikit dampak negatif kekurangan air di masa kecil. Tapi dampak positifnya tentu sangat banyak. Beberapa kebiasaan positif menghemat air tetap aku terapkan sampai sekarang. Kebiasaan itu antara lain:
1. Mencuci piring dengan air di baskom meskipun tersedia air keran.
Mencuci piring dengan air di keran memang enak, karena kotoran maupun sabun tersapu dengan sendirinya lewat guyuran air keran. Tapi, memakai air keran lebih memboroskan air. Apalagi kalau sewaktu menyabuni piring, keran air masih terbuka. Wah, bisa dibayangkan berapa banyak air yang terbuang percuma.
Sekarang, aku sudah terbiasa mencuci piring dengan air minimal. Cukup dua baskom ukuran sedang untuk cucian keluarga sehari. Pertama, guyur sisa makanan di piring atau sisa minuman di gelas. Tetapi biasanya keluarga sudah terbiasa meninggalkan piring atau gelas kotor tanpa sisa. Pamali menyisakan makanan atau minuman buat kami sekeluarga.
Setelah itu, piring dan gelas diberi sabun. Setelah itu dimasukkan ke baskom pertama, baru kemudian dibilas lagi di baskom kedua. Menurutku, tingkat kebersihan mencuci piring dengan cara ini maupun dengan air keran sama saja.
2. Mandi cukup 3-5 gayung.
Nah, selain mandi (kadang) sekali sehari. Saat mandi juga aku mengusahakan untuk seminimal mungkin menggunakan air. Kalau dihitung-hitung mungkin hanya 3-5 gayung ukuran normal. Pernah saat benar-benar kesulitan air aku mandi hanya dengan dua gayung. Yang penting harus mandi.
Gimana tuh bisa cuma pakai dua gayung? Bisa banget. Gayung pertama gunakan sebagian untuk membasahi tubuh, beri sabun, terus gosok pelan sambil tubuh dibilas air sedikit demi sedikit. Sampai sini sebenarnya badan sudah tidak terlalu bersabun. Setelah itu gunakan gayung kedua untuk benar-benar menghilangkan sisa sabun. Nah, kalau mau benar-benar bersih, lima gayung itu jumlah yang pas.
3. Air digunakan untuk tiga kali pencucian.
Ini adalah penghematan sekaligus kemalasan. Tapi terbukti hasil cuci tidak bermasalah alias tetap bersih. Aku biasa mencuci dengan mesin cuci dua tabung. Cucian selama empat hari aku pilah berdasarkan warna. Biasanya aku bagi tiga. Nah, tiga kali 'batch' pencucian itu menggunakan air sabun yang sama, dan air bilasan yang sama. Oh ya, menggunakan pelembut sekali bilas juga lumayan menghemat air dan tentu saja biaya dan tenaga.
4. Mengisi air bak secukupnya.
Terkadang suka bete kalau mendapati bak mandi terdapat endapan dan terkadang ada jentik nyamuknya. Akhirnya airnya harus dibuang. Sayang sekali kan? Makanya biasanya aku mengisi bak mandi secukupnya saja.
5. Selalu reflex mengencangkan keran yang airnya masih menetes.
Aku ini sensitif. Terkadang suka sedih kalau lihat air keran menetes percuma. Walau itu hanya satu tetes per lima detik. Setelah ikut acara ngaBlogburit bersama Aqua dan Blogdetik, aku menjadi semakin 'sensitif' dengan air. Aku menjadi percaya bahwa air ibaratnya flash disc yang dapat menyimpan pesan. Pengobatan dengan terapi air rupanya benar adanya. Saat air didoakan dan kemudian diminum, Insya Allah itu menjadi terapi pengobatan. Ini bukan berarti syirik, karena kesembuhan tetap bergantung pada Sang Pencipta.
Karena foto pas ngaBlogburit kurang baik, jadi foto boleh culik dari sini |
Air itu mahal harganya lho!
Karena kita hidup di daerah dengan curah hujan yang cukup, kita seringkali tidak menganggap air sebagai sesuatu yang berharga. Tetapi, pengalaman kerja di irigasi perkebunan tebu membuatku lebih menghargai air. Betapa tidak, biaya irigasi saat musim kemarau cukup besar. Bila di tengah musim kemarau itu ada hujan sekali sebulan saja, itu sudah sangat menghemat budget dalam jumlah besar.
Lahan wajib diirigasi setelah pemanenan, agar germinasi tebu baik. |
Nah, yang paling menarik adalah program
pelestarian air dan lingkungan. Yaitu terdiri dari:
1. Penanaman pohon
Penanaman pohon pengikat air seperti
mahoni, suren, sengon, serta tanaman ekonomis seperti durian, cengkeh, dan
kakao. Dengan penghijauan seperti ini akan mencegah sebanyak mungkin air
terbuang ke laut.
2. Pembuatan sumur resapan
Pembuatan sumur resapan bertujuan menambah
volume air di dalam tanah. Perkembangan properti menyebabkan tanah resapan
semakin sedikit. Banyak gedung-gedung dan jalan yang diaspal membuat luas area
tanah resapan semakin jauh berkurang. Pembuatan sumur resapan secara berkala
diharapkan menambah waktu tinggal air.
3. Pembuatan biopori
Lubang resapan biopori adalah metode resapan air yang ditujukan untuk mengatasi genangan air dengan cara meningkatkan daya resap air pada tanah. Metode ini dicetuskan oleh Dr. Kamir R Brata, salah satu peneliti dari Institut Pertanian Bogor(Wikipedia). Pembuatan biopori, selain bertujuan mengatasi genangan air, juga untuk meningkatkan volume air yang terserap ke dalam tanah.
Oh ya, daripada mengaspal jalan, lebih baik
men-corblok jalan, paling tidak masih ada sela-sela corblok yang dapat
menampung air. Lebih bagus lagi karena sekarang ada biopori yang didesain
khusus untuk corblok.
Foto nyulik punya Mak Arifah |
4. Prokasih dan bank sampah
Kalau ada istilah sekali mendayung dua
pulau terlampaui, itu mungkin cocok diibaratkan pada program ini. Karena
program prokasih dan bank sampah merupakan program pengumpulan sampah untuk
kemudian dimanfaatkan menjadi energi non fossil. Sampah termanfaatkan, dan
masalah menipisnya energi fosil juga teratasi kan?
Adakah program Aqua Lestari yang dapat
diaplikasikan di tempat tinggalmu? Dengan melestarikan alam, kita turut menjaga lingkungan menjadi lebih sehat.
Tulisan ini diikutsertakan dalam
Lomba Blog Anugerah Jurnalistik AQUA (AJA) IV dengan tema “AIR DAN KEHIDUPAN, UNTUK INDONESIA YANG LEBIH SEHAT”
Air merupakan kebutuhan yg mutlak, tapi kini menjadi mahal ketika pola laku kita mengabaikan keseimbangan alam ya Mbak.
BalasHapusGimana mak Rie..dah posting? Lihatlah punyaku yang biasa banget ini. hehe..
BalasHapusAir itu sangaaaat sangaaat berharga. Kalo ga ada air, yang lain jadi sama sekali gak ada gunanya ya mak.
BalasHapusKalau bisa ngirit air = ngirit pengeluaran bayar PDAM = lama-lama jadi perhiasan juga kok Mak hihihi. Semoga sukses yaaa ^_^ Ayo ngirit airrr :D
BalasHapusAir sekarang banyak yang rasanya masam ya... sumur saya juga begitu... ngeri juga
BalasHapussukses lombanya ya mak :)
wah..aku bangga mak ada foto dari postinganku di culik disini..qiqiqi..jadi numpang beken nih aku di blog mu mak^^ nice post mak diba :) sukseess
BalasHapuswah mak, kalo mandi sama mencuci baju masih kurang di rem nih, maklum anak2 maunya main air, apalagi kalo udah kotor2n, mudah2an bisa di rem nantinya
BalasHapusKeren mak tulisannya. jadi jiper nih :)
BalasHapusfotonya dramtis banget...pas banget :)
BalasHapus