Masalah akan menempa kita menjadi sosok yang lebih kuat dan
dewasa. Banyak contoh teman-temanku yang menjadi sukses karena masalah saat
dulu kecil.
Ada yang jadi korban bullying khas cerita sinetron. Iya,
beneran dilemparin kertas yang isinya menghina, diijadiin taruhan ala film kiss
me. Aih, ga nyangka yang begituan ada juga di dunia.
Ada pula yang sukses berbisnis karena sedari kecil sudah
membantu orang tuanya berjualan, ada yang jadi lihai urusan rumah tangga karena
sedari kecil sudah ditinggal ibunya(meninggal), jadi mau ga mau harus mandiri.
Bahkan cerita primadona sekolah ga selamanya indah. Siapa bilang punya wajah
cantik selalu enak? Banyak cewek yan sirik lalu iri berlebihan membuatnya jadi
korban bully. Belum kudu sabar digoda dan diganggu teman cowok. Subhanallah,
aku jadi merasa 'kecil' dibanding mereka. Hidupku standar, bahkan cenderung
lempeng aja. Alhamdulillah sih aku dibukakan mata akan berbagai fenomena
kehidupan yang membuatku berempati. Sebagai pribadi melankolis, aku selalu
membayangkan segala permasalahan teman ini aku yang hadapi, kira-kira apa yang
akan aku lakukan dan bagaimana caraku melewatinya? Makanya paling benci nonton
cerita sedih yang diadaptasi dari kisah nyata. Bisa bermalam-malam aku terlarut
dalam kesedihan.
Kedepannya, kisah-kisah temanku ini akan aku jadikan
pelajaranku dalam mendidik anak. Ternyata memang benarlah ajaran Om Toge, yang
walaupun dia belum punya anak tapi berhasil merangkum teori parenting dari
pengamatannya terhadap siswa-siswanya semasa dulu menjadi guru BP. Pokok
pentingnya adalah filosofi Ki Hajar Dewantara, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo,
Ing Madyo Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani. Dimana kita sebagai orang
tua(dan guru tentu saja), haruslah mendidik dengan selalu memberikan
keteladanan, memfasilitasi tumbuh kembangnya, dan memberikan dukungan.
Permasalahan hidup anak mungkin akan kompleks, entah nanti dia menjadi
primadona sekolah ataupun juru kunci, semua mempunyai permasalahannya
masing-masing. Ingat-ingat saja ketiga poin bapak pendidikan kita ini. Teruslah
menjadi teladan bagi anak, walau ditempa berbagai masalah tetapi selalu move on
dan tidak menyalahkan keadaan. Tunjukkan pada anak kita bisa survive, bahkan
menjadi lebih kuat setelah permasalahan itu.
Disisi lain, berikan fasilitas bagi anak dalam menghadapi
'dunia nyata'. Ibarat memancing, berikan kailnya, bukan ikannya. Bekali anak
dengan ilmu agama dan sopan santun yang baik. Insya Allah jika kita jadi anak
baik dan ga neko-neko, biasanya juga tidak terlalu bermasalah. Aku adalah
contoh anak yang dibesarkan dengan orang tua yang memberikan fasilitas sangat
lengkap sehingga aku bebas dari bullying. Tapi, fasilitas juga bukan hal yang
mutlak harus dipenuhi. Terkadang kita jadi lebih pintar dengan keterbatasan,
kita jadi lebih bersyukur dalam keterbatasan. Saking lengkapnya fasilitasku
dulu, aku menjadi manja, ilmu dari buku tak sampai aku lahap semua karena aku
lebih suka belajar di tempat les, dan malas belajar sendiri. Berbeda dengan
suami yang dalam keterbatasan biaya sampai buku pelajaran harus pinjam sekolah
sebelah. Namun dari situ suami menjadi menghargai sebuah buku, beragam ilmu
dari buku pinjaman tersebut sukses dilahap dan dia bertekad harus menguasai
pelajaran secara otodidak. Ya, karena dia tidak ada biaya untuk kursusnya.
Lalu, poin terakhir yang paling penting adalah di belakang
memberikan dukungan. Artinya, seberapa pun hebatnya anak kita. Selalu sambutlah
saat dia mendekat, dengarkan setiap keluh kesahnya, berikan motivasi dan
semangat untuknya menghadapi permasalahannya. Saat SD dulu aku selalu sebangku
dengan anak cowok yang usil, karena absenku sebelum dia. Setiap pembagian
tempat duduk aku selalu menangis ke ibu. Namun ibu hanya menasehatiku untuk
sabar, ga ada tindakan lain. Tapi ajaibnya, aku jadi ga nangis lagi, dan Alhamdulillah
berani menghadapi si usil.
So, permasalahan hidup itu kompleks, bahkan anak kecil pun
juga banyak yang terpaksa menjalani berbagai permasalahan hidup. Mereka dewasa
dari masalah ini, tugas orang tua dalam menggiring anak untuk pendewasaan yang
benar dan logis, agar tidak terjebak pada pendewasaan dini ataupun telat
dewasa(masih kekanak-kanakan). Apapun status sosial dan komunitasnya,
permasalah sosial pasti dialamu semua orang. Dan pastinya permasalahan itu bisa
dihadapi semua orang.
Lihatlah itik buruk rupa yang dulu dikatain ndeso dan
dijadikan obyek taruhan. Sekarang meraih sukses di Swedia sana. Saat orang
jahat sama kita, bukan orangnya yang menjadi fokusnya, karena ujung-ujungnya
pasti dendam kesumat. Lebih baik fokus pada diri sendiri. Fokus bahwa kita
pasti bisa survive melewatinya. Dan tidak akan Allah mengubah nasib suatu kaum,
kecuali kaumnya yang merubahnya sendiri.
Transformasi si itik buruk rupa menjadi angsa yang cantik
adalah buah kesungguhan dalam merubah nasibnya sendiri. Kalau diri sendiri
sudah berubah, untuk merubah lingkungan ataupun dunia bukan mustahil dilakukan.
Buktinya sebagai teman si 'angsa cantik', aku menjadi termotivasi untuk lebih
baik. Dia yang dahulu minim dukungan saja bisa menjadi begitu hebat, masak aku
yang selalu didukung penuh baik dari orang tua maupun lingkungan tak bisa
menjadi minimal sama hebatnya. (Quote surat/hadis masalah iri). Akhirnya
keberhasilan si itik menjadi angsa cantik tidak hanya merubah hidupnya, tapi
juga merubah lingkungannya, bahkan dunia!
Subhanallah. Karena masalah bukan masalah. Mereka adalah
tantangan yang menunggu untuk ditaklukan, mereka adalah musuh yang menunggu
untuk dikalahkan. Percayalah bahwa Allah sudah menyiapkan amunisinya buat kita.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung di lapak sederhana EDibaFREE. Komentar Anda akan sangat berarti buat kami...