Masa kecilku sangat bahagia. Segala keinginanku selalu
terpenuhi. Bapak dan ibu selalu mencurahkan perhatian untukku. Apalagi aku
hanya punya satu orang adik. Jadilah kami keluarga kecil bahagia. Saat teman
temanku mulai seru seruan hang out bareng teman satu genk. Aku pribadi lebih
nyaman jalan jalan sama keluarga. Banyak efek positif dari pola ash orang
tuaku. Salah satunya aku jadi terbiasa terbuka. Apapun masalahku orang tua
pasti tahu. Aku tumbuh jadi pribadi yang blak blakan dan apa adanya. Sedikitpun
aku ga pernah pake topeng. Be yourself. Walo waktu itu belum tahu maknanya, aku
yakin benar, orang tuaku telah sukses mananamkan rasa menghargai diri sendiri.
Nah, saking 'menghargai', ga jarang aku tanpa tendeng aling aling meluapkan
emosiku. Sering loh aku dulu marah marah karena keinginanku ga terpenuhi.
Bahkan sampe sekarang sikap pemarahku terkadang kumat. Prinsipku, kalo orang
mau mengerti kita, ya kita harus tunjukkan seperti apa kita ingin dimengerti.
Sayangnya ga semua orang mau mengerti kita, dan itulah yang sering membuat
emosiku meluap luap. Hal konyol yang dulu sering kulakukan adalah marah marah
di toko, gara gara pelayanan yang ga ramah. Padahal sih kalo sekarang kejadian,
aku sih lebih milih ga jadi belanja daripada emosi jiwa. Sering juga dulu marah
marah gara gara pesanan makanan ga juga diantarkan. Kalo dipikir pikir, ngapain
dulu pelayannya kumarah marahin?kalo ga sabar ka tinggal pergi aja beres kan?
Jujur, ketika berkeluarga ini. Orang tuaku cemas dengan
kondisi emosionalku yang kadang kurang stabil ini. Aku punya kecenderungan
untuk meluapkan emosi kepada keluarga terdekat. Wah wah, bisa tergolong durhaka
ya? Kalo sekedar bilang ah ato ga nurut. Wah, itu udah sering. Bisa dibayangkan
betapa 'durhaka' nya aku? Tapi itu durhaka hanya di bibir saja loh. Aslinya aku
berbakti pada mereka. Buktinya kehidupanku lengkap dan bahagia. Kalo orang tua
ga ridho ga mungkin dong aku sebahagia ini? Yah, sikap kurang ajarku ini cuma
muncul kalo aku lagi not mood, seperti mengantuk ataupun mau datang bulan.
Sebenarnya aku sangat penurut sama orang tua terutama bapakku. Bapakku adalah
pria terhebat, sampai sampai sosok bapak jadi sosok suami ideal buatku. Segala
petuah dia sampaikan dengan bijak tanpa emosi. Selain itu beliau pintar cari
timing. Dia paham betul untuk menghindari berbicara saat aku mengantuk ataupun
kecapekan. Walaupun kadang juga pernah aku membantah bapak, gara gara bapak
udah ga ada waktu untuk nungguin aku on mood. Owalah, yang biasanya kejadian
kan anak nunggu mood orang tua buat bisa berbincang bincang secara sehat dengan
orang tuanya, lah kalo di keluargaku kok malah bapak yang nunggu mood anak.
Benar benar kalo dipikir inilah dosaku selanjutnya. Sampai sekarang juga aku
masih sering bertanya, "Durhakakah aku pada orang tua ku dengan tabiatku
ini?".. Tapi belum pernah ada jawaban yang dibisikkan kepadaku..(yah, kalo
beneran ada yang bisikin paling juga malah takut). Yang jelas yang bisa
kulakukan sekarang setelah berkeluarga dan ga jadi tanggung jawab orang tuaku
adalah dengan berdoa. Berharap aku bisa menunjukkan baktiku pada mereka,
menimbun berton ton kebahagiaan buat kedua pelita hidupku ini, dan semoga tidak
ada lagi marah marah dan kalimat mengecewakan terucap dari bibirku. Sungguh aku
tak pernah tahu seberapa banyak ketulusan maaf dari mereka, atas kata kataku
yang terkadang menyakitkan hati. Kejujuran pahit yang terkadang tak perlu
diucapkan. Sungguh celakalah aku bilamana maaf itu dulu tidak mereka berikan.
Sungguh celakalah aku bila saat itu mereka tidak bisa memaklumi dan mentolerir
sikapku yang bisa saja masuk kategori durhaka itu. Ya, aku sering durhaka pada
orang tuaku dulu(dan mungkin sampai sekarang masih). Karena bahkan ucapan
"ah" saja bisa membuat seorang anak masuk kategori durhaka. Nah ini
lebih dari bilang "ah"... Kadang kalo berselisih paham malah bisa
ngambek berhari hari. Kurang durhaka gimana coba? Ya Allah, sekali lagi mohon
ampunkan atas sikap kurang ajar yang mungkin aku lakukan dahulu. Aamiin
Entah dari bapak atau ibuku, tapi aku hobi banget mencela
diri (intropeksi) dan sering merasa bersalah. Terus terang aku merasa
diuntungkan dengan sikapku ini. Aku hampir ga pernah berselisih dengan orang
lain. Plegmatis. Cenderung menghindari perselisihan. Sikap plegmatis ini
semakin menjadi kala aku banyak belajar tentang konsep sedekah dan
berkolaborasi. Walau ada sifat pemarah yang sebelumnya sudah aku ceritakan.
Alhamdulillah sih demi contoh baik untuk anak, aku pelan pelan mengurangi
amarahku. Ternyata kalo berusaha sedikit aja, bisa juga lo si pemarah ini jadi
sabar sama anak..*wow exciting, terima kasih kepada Allah SWT dan buku buku
parenting yang aku baca.
Nah, kali ini aku ingin membuat pengakuan dosa masa lalu
yang sampai sekarang masih terkenang. Kayaknya ga bakal terlupa. Tapi
Alhamdulillah ga sampe aku merasa bersalah yang bertubi tubi.
Ini tentang kisah cintaku 5 tahun lalu. Saat itu aku tengah
menjalin hubungan hampir dua tahun dengan pria yang sangat baik. Namun, aku
kembali dipertemukan dengan sosok cinta pertamaku di KKN(Kuliah Kerja Nyata).
Banyak hal yang menunjukkan kalo cinta pertamaku adalah jodohku. Mulai dari
yang seharusnya kami ga satu lokasi KKN tapi karena keadaan kami jadi serumah,
sampai kesamaan ide kami yang fokus dengan sekolah dasar di kampung itu. Dua
bulan KKN itu akhirnya membuat benih cinta yang dulu telah pupus menjadi
bersemi kembali. Aku sendiri ga sampai pacaran sama si cinta pertama ini. Aku
bahkan ga ada prasangka, ketika kami menjadi semakin dekat. Aku anggap ini
normal karena kami kalo ngomong nyambung, aku sendiri seneng disuruh suruh dia,
nah lo!
Sampai suatu hari kami saling berterus terang dan
terungkaplah kami dulu saling suka, namun kami memutuskan ga memikirkan
pengakuan kami, dan ketika selesai KKN kami berencana ga saling menghubungi
lagi, lalu aku kembali ke pacarku.
Namun, hati ini telah terbolak balik. Tiba tiba aku seperti
mati rasa dengan pacarku. Ga ada keinginan untuk menghubungi apalagi bertemu.
Sebaliknya aku malah memikirkan si cinta pertama. Apalagi pasca selesai KKN,
anggota sub unit KKN kami masih sering ngumpul. Tambah intenslah pertemuan
kami. Segala cara kucoba untuk membangkitkan lagi rasa sayang pada pacarku,
tapi selalu saja yang kupikirkan si cinta pertama. Sebetulnya si cinta pertama
juga tidak menggoda, tapi kok ya aku tergoda?huhuhu..
Akhirnya tepat di hari ulang tahunku, 8 September 2007, aku
resmi putus dengan pacarku. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan pacarku saat
itu. Dua tahun dia setia dan selalu bersabar denganku. Tapi ternyata balasanku
sangat perih. Saat itu aku merasa paling jahat sedunia. Aku ga ubahnya si buruk
tak tahu diri yang mencampakkan seorang pangeran tampan nan baik hati. Tapi
seiring waktu aku yakin, keputusan saat itu adalah yang terbaik. (Mantan)
pacarku yang baik itu ga lama mendapatkan penggantiku yang (menurutku) lebih
baik dariku. Aku sendiri ternyata memang berjodoh dengan sang cinta pertamaku,
Ayah Edy, Ayah dari FREE, anakku. Semoga pengakuan ini memanglah dosa
terbesarku, kenyataan bahwa untuk cinta (terkadang) ada yang harus dikorbankan.
“Artikel ini diikutkan sebagai peserta Fiesta Tali Kasih Blogger 2013 BlogS Of Hariyanto – Masuk Neraka Siapa Takut!!!??? ”
Alhamdulillah, terimakasih sudah berkenan berpartispasi,
BalasHapusdengan ini artikel sudah resmi terdaftar sebagai peserta.... salam santun dari Makassar :-)
Pakde..artikel sudah diperbaharui, sekarang sudah 1087 kata...hehe..
HapusAku juga Plegmatis. xixixi... ada enaknya... ada ga enaknya.
BalasHapussyukurlah ... sifat pemarah sudah berkurang. Usia dan muhasabah memang obat yg paling manjur.
iya mba..pemarah yang pelan2 jadi plegmatis.. hehe..
Hapus