Judul: Saatnya Melatih anakku Berpikir
Pengarang: Toge Aprilianto
Penerbit: Brilian Internasional, 2010
Tebal: xvii+ 142 hal,14x21 cm
ISBN: 978-979-16702-7-2
Penerbit: Brilian Internasional, 2010
Tebal: xvii+ 142 hal,14x21 cm
ISBN: 978-979-16702-7-2
Buku ini booming banget di milisnya parenThink, jujur aku rada roaming pas ngikutin milis tersebut karena belum baca
buku ini. Inti yang aku pingin pelajari dari buku ini adalah tentang rute asuh-didik
Toge. Buku ini terdiri dari 4 bab, bab pertama menjabarkan mengenai
parenting-kaitannya dengan mengasuh dan mendidik. Sebelum bisa mengasuh dan
mendidik anak dengan baik, kita perlu mendewasakan diri kita terlebih dahulu.
Nah masalah pendewasaan ini Toge lebih menjelaskan di buku ‘Kudidik Diriku Demi
Mendidik Anakku’. Ada 3 faktor yang mempengaruhi, yaitu factor fisik(sehat,
bersih, terawat), factor kognisi(kesiapan berpikir), dan factor emosi(siap
dengan konsekuensi ketika memilih yang gak enak).
Bab kedua membahas tentang keterampilan hidup. Dalam
hidupnya, anak perlu diajarkan keterampilan hidup sedari dini. Keterampilan itu
antara lain, memahami dan menghargai diri, merawat diri, menyelamatkan diri,
menghadapi perubahan, menjalin relasi social, belajar, memanfaatkan
pengetahuan, membuat keputusan dan menyelesaikan masalah, serta berkaya.
Nah, bab ketiga ini baru deh intinya buku ini. Tentang rute
pengasuhan-pendidikan Toge. Rute ini dibagi berdasarkan usia:
Usia 0-2 tahun: membangun rutinitas
Membangun rutinitas ini dimaksudkan sebagai dasar
pembentukan sikap disiplin. Perlu konsisten namun juga ga saklek dalam
menerapkan jadwal pada anak(makan, mandi,tidur). Usia 0-2 tahun tidak boleh
terlalu banyak aktivitas insidental karena akan sulit untuk membentuk kebiasaan
untuk kedisiplinannya.
Usia 1-3 tahun: Membangun keterampilan memilih
Keterampilan mendasar
dalam memilih adalah memilih enak vs tidak enak. Bila anak sudah bisa
memilih hal yang enak, berarti dia sudah bisa dilatih dengan keterampilan
memilih. Contoh: pilih gendong atau jalan, kalo sudah bisa milih tentu pilih
gendong, tapi kalau belum bisa memilih akan pilih jalan(bila belum bisa milih
cenderung memilih pilihan terakhir).
Selanjutnya memilih enak vs enak. Ini melatih anak untuk
tidak serakah memilih semua yang enak. Contoh: milih makan es krim atau coklat
Bila sudah mahir memilih salah satu diantara dua hal yang
enak, selanjutnya memilih tidak enak vs tidak enak. Contoh: mau dimandikan ibu atau mandi sendiri.
Kalo ternyata dia memilih tidak mandi, artinya kita yang memilihkan untuknya.
Salah satu diantara dua pilihan yang tidak enak itu tetap dipilih. Nah, bila
sudah mahir, anak kemudian akan mengajukan alternative pilihan lain.
Usia 2-4 tahun: membangun keterampilan menawar(sebagai pembeli)
Oh ya, inti rute asuh didik Toge ini menekankan pada
kemampuan berdagang, sebuah filosofi kalau sedari kecil anak harus diajarkan
bahwa segala sesuatu ada harganya, seperti di supermarket. Tapi harga disini
bukan uang ya..
Nah lanjut ke keterampilan menawar ini, jadi anak belajar
menjadi ‘pembeli’ dahulu. Kalau sudah mahir baru dilanjutkan ke peran
‘penjual’. Untuk melatih keterampilan
membeli, tetap lakukan3 aktivitas memilih
(enak vs tidak enak, enak v enak, dan tidak enak vs tidak enak). Beri kesempatan
untuk mengajukan alternative baru. Dan beri kesempatan dia untuk mendapatkan
alternative yang dimaui dengan syarat tertentu. Bila dia menolak syarat itu,
berarti dia tidak boleh mendapatkan alternative yang diajukan
Nah, orang tua dalam mengajukan pilihan, jangan juga member
alternative yang tidak masuk akal. Misal ketika anak rewel, terus diberikan
pilihan: kamu diam atau ibu tinggal disini. Ini alternative yang ga bagus
karena kita ga mungkin menjalankan alternative kedua. Kalopun kita tega melakukannya,
itupun tidak dianjurkan, karena anak hendaknya diberikan pilihan yang tidak
membahayakan dirinya(ditinggal sendiri adalah hal yang membahayakan)
Usia 3-5 tahun: Membangun Keterampilan Menawar sebagai
penjual
Keterampilan menawar sebagai penjual ini adalah ketika anak
mulai memberikan alternative pada orang tuanya. Missal dia mau nonton TV, dia
akan mengajukan penawaran akan makan dan mandi, agar keinginannya nonton tv
bisa dipenuhi. Biasanya keterampilan ini terbentuk tak lama setelah diajarkan keterampilan
membeli. Karena dia mulai belajar bahwa dia perlu melakukan ‘sesuatu’ agar
keinginannya terwujud. Nah, catatan orang tua,jangan sampai anak melakukan
suatu hal yang belum disepakati orang tua dan menyebutnya sebagai ‘sudah
memenuhi syarat’ karena syarat itu harus disepakati dahulu dengan kedua belah
pihak baru bisa berlaku.
Usia 4-6 tahun: Membangun keterampilan berdagang(win-win
transaction)
Focus utama tahapan ini adalah upaya menjelaskan bahwa tiap
orang punya keinginan dan tiap orang mendapatkan yang diinginkan. Adalah hal
yang wajar bila mendapati orang lain tidak menuruti keinginan/ penawaran kita.
Jangan pernah memaksa orang lain mengikuti mau kita.
Usia 5-7 tahun: Membangun keterampilan memperjuangkan
keinginan
Di usia ini anak diharapkan makin paham bahwa segala yang ia
inginkan selalu mungkin ia dapatkan bila melakukan syarat yang menyertainya.
Seperti dia ingin jadi dokter, dia akan siap dengan syarat dia harus rajin
belajar agar keinginannya tercapai. Keinginan ini boleh berubah2. Jangan
dipermaslahkan. Hanya saja anak akan paham konsekuensinya bila menjalankan
keinginan secara tidak tuntas.
Usia 6-8 tahun: Membangun keterampilan menghadapi
resiko(mengalami akibat)
Pada tahap ini anak sudah perlu menghadapi resiko atas
keputusan yang dibuat. Dampingi anak menghadapi resiko tersebut. Karena pada
usia tersebut anak belum memiliki kepekaan terhadap resiko.
Contoh bila ia berkelahi, kita cukup bertanya “karena kama
tahu berkelahi bukan cara menyelesaikan masalah, maka selama seminggu kedepan
kamu ga boleh main computer”. Bila mengeluh dan mengajukan penawaran, pastikan
strategi kita benar agar kita tidak ‘kalah’ dari anak.
Usia 7-9 tahun: Membangun Keterampilan Menghadapi Resiko
(Mencoba Solusi)
Setelah terampil menghadapi resiko, anak akan berhati-hati
dalam memilih. Pada tahap ini anak akan dihadapkan pada beragam situasi yang
ternyata menyajikan beragam solusi. Tahapan ini penting karena diharapkan anak
terbiasa memikirkan cara menghadapi solusi, bukan terjebak pada kebiasaan
menyerahkan diri pada nasib.
Contoh: anak kita(A) membiarkan (B) meminjam mainannya.
Ketika pulang, si B menolak untuk mengembalikan. Pada situasi ini, A bisa
diberikan alternatif: a. Membiarkan B main, nanti minta tolong ortunya balikin
mainan tersebut,b. Mainan tersebut dianggap ilang, c. A dibelikan mainan baru,
d. si A bisa saja rebut mainan itu, toh itu mainannya..dan masih banyak
alternatif lain. Apapun yang dipilih A, dia akan merasakan akibat dari
pilihannya tersebut. Akan terjadi kekecewaan dan luapan emosi ketika solusi
yang dipilih ternyata tak menyenangkan,biarkan emosinya diluapkan, namun fasilitasi anak agar tidak menyakiti dirinya.
Emosi sebaiknya jangan ditahan/diredam kerena bisa buat penyakit. Emosi itu
harus dikelola, dirubah kemasannya(misal teriak di bantal). Dengan begitu kita
akan merasa lega dan rileks
Usia 8-10 tahun: Membangun Keterampilan Menghadapi
Resiko(Membangun Solusi)
Prinsip pengasuhan-pendidikan ini dimaksudkan untuk member
bekal agar anak-anak dapat hidup sebagai anggota masyarakat. Jadi sebagai orang tua kita jangan sibuk
memikirkan yang enak buat diri sendiri. Karena kalo gitu, kita akan susah bila
dituntut memikirkan yang enak buat orang lain.
Dalam membangun keterampilan menghadapi resiko dengan
membangun solusi, contoh kasus A meminjamkan mainan pada B, kita tidak lagi
memberikan alternatif lagi, namun anak dibiarkan menemukan solusinya.
Usia 9-11 tahun: Membangun Keterampilan Menghadapi
Resiko(Memeriksa Solusi)
Pada tahap ini anak mulai disajikan table untung-rugi.
Gunanya agar dia mampu menghadapi situasi tidak enak tanpa lalu mengobarkan
kepentingan orang lain. Diharapkan ia sanggup bersepakat dengan orang lain dan
menjalin relasi social yang konstruktif.
Selain diajarkan untung rugi, anak diajarkan untuk analisis
ego. Cara analisis ego.
Tahap keluhan: Keluhan adalah situasi yang tidak enak
sehingga membuat tidak nyaman
Tahap masalah: Setelah mengeluh, analisis apakah keluhan ini
benar-benar merupakan masalah
Tahap keinginan: bila sudah ditemukan apa pokok masalahnya.
Pastikan ia menyatakan ingin menyelesaikan masalahnya, mengupayakan diri untuk
melakukan hal-hal yang perlu dilakukan agar masalahnya tuntas
Tahap bukti: dalam kasus mainan A, bukti bahwa A sudah
menyelesaikan masalahnya adalah bila A sudah mendapatkan mainannya
Tahap keyakinan: misal dalam kasus mainan, si A yakin kalau
ditungguin atau diberi permen si B akan mengembalikan mainan. Bila anak sudah
pada tahap yakin, berarti dia sudah paham konsep realistis
Tahap target: mulailah pasang target untuk anak dalam penyelesaian
masalahnya. Hal ini penting agar anak paham tentang konsep ‘tuntas’dan
‘selesai’
Tahap Syarat: selain target waktu, hal berikutnya adalah
memetakan(list) syarat yang wajib dipenuhi untuk pencapaian keinginan.
Tahap belajar: demi memenuhi syarat2 immaterial yang belum
dimiliki tapi bisa diupayakan, bantu anak mempelajari hal-hal yang perlu
dikuasai itu. Pertama pahami tujuan belajarnya, agar menjadi tahu, bisa, dan
akhirnya mahir di bidangnya.
Bila menguasai tahap
analisis ego itu, anak akan mampu
membangun cita-cita dengan mantap.
Usia 10-12 tahun: membangun keterampilan menentukan
perilaku(mengatur strategi).
Orang tua bertugas membantu anak-anak untuk mengerti dan
terbiasa menyediakan diri untuk memberi. Bila ia ingin mendapat banyak, bila ia
bersedia member, karena orang cenderung terbuka dan memberi kepada orang-orang
yang dinilai suka memberi.
Usia 11-13 tahun: Program Asuh-Didik Tuntas, program
pendampingan dimulai
Konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara:
1.
Ing Ngarso Sung Tulodo. Di depan memberi teladan. Adalah konsep pendidikan 0-6 tahun.
Anak belum dituntut untuk ‘bisa’(tapi sebagai orang tua harus memberi contoh
positif dong yaa)
2.
Ing Madyo Mangun Karso. Di tengah menjadi
katalisator anak dalam berkarya. Konsep pendidikan 6-12 tahun. Anak mulai dituntut untuk belajar sungguh2
dan menjadi ‘bisa’.
3.
Tut Wuri Handayani. Di belakang memberikan
dorongan. Konsep pendidikan 11-13 tahun. Anak mulai mandiri berpikir, dan tidak
lagi ‘teacher oriented’ seperti zaman SD dulu.
Bab keempat buku ini adalah buah pikir Toge. Pertama
mengenai pengalaman masa kecil Toge yang rada berulah, tapi berhasil diatasi
oleh sang nenek karena nenek merawat Toge dengan prinsip ‘menemani bermain’.
Yang kedua statement kalo sekolah itu ‘perlu’ bukan ‘harus’. Yang ketiga adalah
melatih anak mahir bertengkar(bernegosiasi). Yang keempat, membuat mindset anak
bahwa makanan sehat itu enak. Yang kelima, ajari anak motorik kasar di usia
emasnya. Seperti melukis, puzzles, adonan, memotong dan menggunting, urutin
kotak bermacam ukuran, berlari, memanjat, melompat, bermain bola, dan memukul.
Baca keseruan lain seputar keluarga. Plis klik: Housewife's diary
manfaat tulisannya mak diba.. untung ditulis online jadi pas aku punya anak, bisa blogwalking lagi dimari.. apapun pro dan kontranya, anak adalah tanggung jawab orang tua dalam mendidik dan memberi bekal untuk siap dilepas di universitas kehidupan.
BalasHapusIya. Metode apapun tetap kembali ke orang tua. Karena yg ditanya pertanggungan jawabnya kan orang tua.
Hapusbukunya menarik, beliau ini profesinya apa ya mak ?
BalasHapusPsikolog Mak. Dulu kalo ga salah konselor remaja gitu. Kayak guru BP gt
Hapussubstansi yang di sampaikan dalam buku bagus mak. tetapi untuk urusan mendidik anak itu kan harus disesuaikan dengan kondisi orang tua dan anaknya juga ya..
BalasHapusIya. Inti dari pola pendidikannya adalah mengajarkan konsekuensi sejak dini. Ortu disuruh berpikir(parenthink) dan banyak2 intropeksi kalo anak bermasalah. Prinsipnya Ayah Edy juga sedikit banyak seperti itu.
HapusApapun itu, tetap ortu yang lebih tau anaknya masing2. Buku seperti ini cuma semacam referensi aja
Oh gitu ya pola mendidik anak 0-2tahun menurut Toge
BalasHapusSalam kenal mak.
Akuratu.blogspot.com
Intinya sih pola didik Ki Hajar Dewantara. Yang katanya pola pendidikan tsb dipakai di Swedia(atau negara mana gitu)
HapusToge ini background pendidikannya apa ya? sekarang aku berusaha gak asal percaya sama apa yang ditawarkan orang baik dr internet atau buku.. sehingga berusaha tau background pendidikan/pengalaman orang yang menulis soalnya jaman skrg di Indonesia gampang banget buat buku dan sesuatu yang opininya dianggap keren bisa langsung laku.. :(
BalasHapusTambahan.. hihihi...
HapusTentang ketrampilan memilih, ortu harus cerdas untuk ngasih pilihan.. yang sering aku terapkan kalau praktek: pilih tetap aku bur tapi terasa ngilu atau aku suntik dulu abis itu gak terasa ngilu (untuk pasien yang udah berani disuntik), jangan yes/no question..
misalnya juga: pilih mandi sama bapak atau ibu? mau mandi sama bapak/ibu kan gak masalah.. yang penting anaknya tetep mandi.. :D
Dia psikolog. Aku tertarik baca bukunya karena ikut milisnya beliau sm Mona Ratuliu yg parenthink itu. Pola pendidikannya itu mengikuti pola pendidikan Ki Hajar Dewantara.
HapusLagi rame banget ya ngomongin Om Toge. Dari review nya sih menarik banget nih, Mak. Ngantre pinjem yak. Wkwkwkw. Gak modal. Buku nya cuma tulisan aja atau ada ilustrasinya?
BalasHapusTulisan aja mak. Duh, ni buku kayaknya masih ketinggalan di Lampung lagi
Hapussaya baru tau nama penulisnya setelah ada kasus itu mak :D
BalasHapusSi bapak happening banget di milis parenthink. Milis yg dikelolanya sm Mona Ratuliu
HapusBaru ini aku tahu sinopsisnya buku oom Ge. Selama ini cuma belajar ngikutin dialog2 aja di milis saling belajar (cikal bakal milis parenting *cmiiw). Secara teori bagus, bisa diterapkan dg menyesuaikan pd kondisi masing2 keluarga :)
BalasHapus